Jumat, 17 Juni 2011

STRUKTUR DAN KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN


STRUKTUR DAN KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN 


PENDAHULUAN

Matinya kreativitas seseorang dalam menelurkan karya-karya ilmunya, dapat disebabkan salah satunya adalah oleh ketidakfahaman terhadap mekanisme kerja ilmu pengetahuan. Seseorang yang berpengetahuan akan disebut mandul (tidak produktif) bahkan tidak pantas disebut sebagai seorang ilmuan, ketika ia selalu terbentur dengan perjalanan proses menuju puncak pencetusan suatu gagasan yang meragukan karena tidak memiliki kontrol/ramalan ilmu.
Seorang ilmuan tentu di dalam dirinya harus mengalir sederetan proses ilmu dan mengerti mekanisme kerjanya, sehingga ketika ia menghasilkan suatu karya ilmu, kemungkinan hasil temuan atau pengembangannya akan diakui oleh ilmuan lain dan akan memberikan kepuasan bagi pelaku penelusuran proses metode ilmu itu sendiri. 
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah mereupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. sehingga seorang ilmuan harus memiliki pemahaman metode ilmu dan mampu memanfaatkannya sebagai media untuk menghasilkan suatu temuan-temuan baru atau pengembangan-pengembangan baru dari sebuah ilmu pengetahuan yang telah diakui eksistensinya oleh segenap ilmuan yang menekuni disiplin ilmu tertentu.
Ilmu, secara kuantitatif dapat dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang mendasar. Ini berarti bahwa siapapun yang berpengetahuan berhak dan dapat menjadi ilmuan dengan tetap berjalan di jalur aturan-aturan ilmiah maupun prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh para ilmuan terdahulu.

PEMBAHASAN
A. STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN

1. Pengertian Struktur Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science yang berasal dari bahasa latin, Scio atau Scire yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains.
A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin. Pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan melakukan pengkajian.
Jujun S. Suriasumantri menggambar dengan sangat sederhana namun penuh makna, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi.
Beerling Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkan lebih luas, ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan.
Dengan demikian ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistic yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti empiris. Ukuran kebenaran ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat rasional dam empiris.

Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal dan mengontrol. Sebagai contoh kaitan hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. Sekiranya kita tidak menginginkan timbulnya banjir sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi maka kita harus melakukan kontrol agar hutan tidak dibiarkan menjadi gundul. Demikian juga jika kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak dtebang sekiranya ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir.
Pengetahuan tentang kaitan antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.
Secara garis besar ada empat jenis pola penjelasan :
1. Deduktif
Mempergunakan cara berfikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
Contoh klasik misalnya, semua manusia adalah fana. Socrates adalah manusia. Oleh sebab itu Socrates adalah fana.
2. Probalitas
Merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberi kepastian dimana penjelasan bersifat peluang seperti: kemungkinan, kemungkinan besar, atau hamper dapat dipastikan.
Misalnya jika ditanya, mengapa presiden John Kenedy dibunuh? Kita bisa saja menjawab "mungkin pembunh itu gila.

3. Fungsional/teleologis
Merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan system secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
Dalam Antropologi ini sering digunakan, misalnya mengapa anak-anak sekolah menghormati bendera? Penjelasan fungsional mungkin akan menjawab bahwa penghormatan tersebut akan menjadikan anak-anak itu lebih patriotik.
4. Genetik
Mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dengan menjelaskan gejala yang muncul kemudian.
Misalnya untuk menerangkan mengapa seorang anak mempunyai tipe rambut tertentu, yakni dengan memakai faktor keturunan yang dihubungkan dengan karakteristik orang tua si anak tersebut.

Tidak satupun dari pola-pola tersebut di atas mampu menjelaskan secara keseluruhan suatu kajian keilmuan dan oleh sebab itu dipergunakan pola yang berbeda untuk menjelaskan masalah yang berbeda pula.

Sedangkan stuktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; yang disusun dengan pola tertentu.
Peter R Senn dalam buku Ilmu dalam Perspektif (Jujun S Suriasumantri, Jakarta, 1981,h.110-128) meskipun tidak secara gambling ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun struktur.
Van Peursen mengambarkan lebih tegas bahwa ilmu itu bagaikan bangunann yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsure dasar tersebut tidak pernah lansung didapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian, digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap sampai dasar ilmu.teori hukum hipotesa Hasil observasi (konsep ilmiah) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari)














Skema struktur dan proses pengetahuan ilmiah

Teori merupakan pengetahuan iilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu factor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.10 umpamanya dalam ilmu ekonomi dikenal teori ekonomi makro dan mikro sedang dalam ilmu fisika ada teori mekanika Newton dan teori relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir setiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori kelimuan yang bersifat utuh dan konsisten.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variable atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Misalnya dalam teori ekonomi mikro terdiri dari hukum penawaran dan permintaan.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang mengapa suatu gejala-gejala terjadi

sedangkan hukum memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi. Dimana teori dan hukum merupakan alat kontrol gejala alam yang bersifat universal.
Ilmu teoritis terdiri dari sebuah system pernyataan. Dimana beberapa ilmu teoritis ini disatukan dalam sebuah konsep dan dinyatakan dalam sebuah teori. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala-gejala fisik yang tampak nyata. 

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subketif individual sampai yang obyektif. Atau dengan kata lain proposisi adalah berbagai keterangan mengenai obyek sebenarnya yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan, petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlansung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu.
Dapat dibedakan menjadi tiga ragam proposisi yaitu asas, kaidah dan teori.
1. Asas Ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2. Kaidah Ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena.
3. Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena.


Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal prinsip ekonomi dan dalam fisika kita mengenal prinsip kekekalan energy. Dengan prinsip-prinsip ini kita mampu menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi dalam ilmu ekonomi dan fisika.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postulat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut motede keilmuan. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur ini.
Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji. Sebagai contoh umpamanya kita dapat mengambil cara orang mengemudikan mobil dijalan raya. Sekiranya orang itu beranggapan bahwa keadaan jalan raya pada waktu pagi buta adalah aman disebabkan karena jarangnya kendaraan yang lalu lalang, maka kemungkinan besar orang itu akan mengendarai mobilnya secara kurang hati-hati, toh asumsinya bahwa jalanan adalah aman bukan? Sebaliknya mungkin juga terdapat orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut penilainnya justru pada pagi butalah keadaan jalanan adalah sangat tidak aman disebabkan banyak orang mengendarai mobil secara sembrono. Oleh sebab itu maka dia memilih asumsinya bahwa keadaan jalan raya adalah tidak aman. Itulah sebabnya maka asumsi ini harus dibuktikan kebenarannya sebab dengan asumsi yang tidak benar kita akan memilih cara yang tidak benar pula.

B. KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN

Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang tidak berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis.
Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hirarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologis, dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memiliki syar’iyyah (hokum wahyu).16


Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama; ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu, pertama, ilmu Qadim dan kedua ilmu hadis (baru). Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis (baru) yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Namun di sini Penulis menganggap perlu mengemukakan klasifikasi Al-Ghazali, karena Al-Ghazali-lah sebagai peletak dasar filosofis pertama kali teori iluminasionis dalam arti pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Dan dia berpendapat bahwa pengetahuan intuisi (ma’rifah) yang dating dari Allah lansung kepada seseorang adalah pengetahuan yang benar.
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu ‘aqliyyah:
I. Ilmu Syar’iyyah
1. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-Ushul)
1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-Tauhid)
2) Ilmu tentang Kenabian
3) Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori;
i. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ii. ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadis, ilmu ushul fiqih, dan biografi para tokoh.
2. Ilmu tentang Cabang-cabang (Furu’)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (Ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)

II. Ilmu Aqliyyah
1. Matematika: aritmatika, geometri, astronomi, dan astrologi, music
2. Logika
3. Fisika /Ilmu alam: kedokteran, meteorologi, mineralogi, kimia
4. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika:
Ontologi
1) Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas Ilahi
2) Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
3) Ilmu tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
5) Teurgi (nairanjiyyat), ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural

Sejarah perkembangan ilmu pasca Al-Ghazali mengalami pengaruh cukup signifikan. Bahwa pemikiran ilmu di dunia Islam cenderung kurang rasionalistik dan lebih selaras dengan pandangan dunia al-Qur’an. Oleh karena itu banyak pemikir dan filosof sesudahnya mengembalikan peran nalar pada posisi seimbang. Seperti Quthb al-Din memberikan klsifikasi jenis ilmu secara garis besar menjadi ilmu Hikmat (filosofis) dan ghair hikmat (nonfilosofis). Al-Ghazali yang sebenarnya berusaha meratakan jalan bagi penyebaran madzhab filsafat iluminasionis (isyroqi). Sedangkan Quthb al-Din mengacu lebih dari sekali pada basis Qur’anik Hikmat. Filsafatnya adalah filasafat iluminasionis (Hikmat Dzauqi) yang didasarkan pada pengalaman suprarasional atau iluminasi intelek, tetapi pada saat yang sama, dia memanfaatkan sebaik-baiknya penalaran Diskursif.
Dalam diskursus pemikiran jenis-jenis ilmu dalam Islam tersebut di atas, pemikiran falsafi yang sangat berbeda dengan Barat. Bentuk-bentuk pemikiran seperti Empirisme, rasionalisme, dan ilmu nasionisme telah banyak disinggung oleh para pemikir Islam sejak awal dengan basis landasan wawasan bahwa sumber pengetahuan adalah Yang Kudus. Namun penyebab perbedaan di antara hal ini adalah adanya concern dan penekanan metodologis, ontologism, dan etis dan yang memiliki kapasitas yang berbeda dan bersifat relatif.
Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan iluminasionis, ketiganya bersumber dari manusia yang bersifa relatif. Relatifitas itu tidak saja dari pemikiran, tetapi juga perangkat yang dimiliki oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan, seperti pancaindra, akal, dan wahyu. Oleh karena itu, hanya adanya wawasan Yang Kudus-lah yang membedakan pemikiran Islam dengan Barat. 
Khususnya di abad komtemporer, upaya integrasi terus dilakukan guna mencapai upaya Islamisasi ilmu. Dan perihal yang perlu diketahui bahwa yang membedakan antara upaya pengembangan pembidangan ataupun klasifikasi jenis dan bentuk ilmu di Barat dan di dunia Islam adalah Islam mengenal visi, heararki kelilmuan. Yakni Islam memandang terdapat hirarki dalam obyek yang diketahui dan subyek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawsan Yang Kudus dan kemudian terjabarakan secara hirarkis ke dalam perbagai bidang kelimuan. Dan masing-masing ilmu memiliki visi, teoritas dan religius.
Struktur ilmu -ilmu Islam ideal secara teoritis tak dapat ditemukan. Masing-masing klaisfikasi yang disodorkan oleh sarjan dan ilmuan muslim yang telah ada memiliki corak dan penekanan yang berbeda.
Sejak abad ke-19 dunia Islam telaah merasakan perbenturan dengan Barat. Sebagaimana yang disinggung oleh Fazlur Rahman. Bahwa hegemoni Barat dengan membawa nilai sekularnya pun menembus pada sendi-sendi, struktur-struktur ilmu-ilmu Islam, seperti di tingkat teoritis berupa gejala rasionalis buta yang tidak mengindahkan nuansa religius, dan akhirnya merambat ke tingkat praktisi. Oleh karena itu format ideal struktur ilmu-ilmu keislaman seharusnya disusun ulang secara komprehensif, dengan merumuskan adanya pengakuan secara sadar-atau menuju kmepada kesadaran Ilahiyah-terhadap sumner ilmu yang bersifat Esa. Yang diwahyukan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.



KESIMPULAN


1. Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagain yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks.
2. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramalkan dan mengontrol setiap gejala –gejala alam yang terjadi.
3. Struktur ilmu terdiri atas konsep, istilah, definisi, proposisi, teori, hukum, dan asumsi
4. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep, maka semakin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep, maka semakin jauh pernyataan yang dikandungnya.
5. Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dikotomi yang berlawanan, ada yang didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan, dan ukuran kesederhanaan, ada juga yang didasarkan pada ilmu yang berguna dan tak berguna, ada yang mendasarkan ilmu syar’iyah dan aqliyah dan ada pula yang mendasarkan pada sumbernya.
6. Akal budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir, hasrat mengetahui ilmuan tidak padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa dihapuskan. Ini berarti perkembangan ilmu pengetahuan akan berjalan terus dan pembagian ilmu yang sistematis yang akan melahirkan sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi (spesialisasi).
Klik dibawah ini untuk mendapatkan web hosting Gratisan
Web Hosting

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMUPENGETAHUAN

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN 
by sariono sby
 
posted, http://referensiagama.blogspot.com



PENDAHULUAN

Sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik. Meskipun fenomena semacam ini pernah terjadi, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan remeh bahkan harus diluruskan, karena menyangkut dan memengaruhi kehidupan generasi selanjutnya sebagai aktor sejarah berikutnya. Apalagi sejarah yang dimaksud adalah sejarah tentang ilmu pengetahuan yang merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam pemaparan sejarah.
Sebelum memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, terlebih dahulu perlu tentang perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjebak pada kesalahpahaman mengenai keduanya, sehingga pembaca bisa memahami dengan mudah dan benar apa yang dimaksud dengan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dalam makalah ini. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan.
Uraian di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan di sini adalah ilmu bukan pengetahuan. Ilmu beraneka-ragam. Maskoeri Jasin membagi ilmu pengetahuan ke tiga kategori besar. Pertama, Ilmu Pengetahuan Sosial yang meliputi psikologi, pendidikan, antropologi, etnologi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam yang meliputi fisika, kimia, dan biologi (botani, zoologi, morfologi, anatomi, fisiologi, sitologi, histologi, dan palaentologi). Ketiga, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa yang meliputi geologi (petrologi, vulkanologi, dan mineralogi), astronomi, dan geografi (fisiografi dan geografi biologi). Karena luasnya cakupan ilmu, penulis hanya fokus pada sejarah perkembangan sebagian ilmu dari masa ke masa yang terekam oleh literatur-literatur sejarah yang ada dan menyebutkan sebagian tokoh di balik penemuan teori ilmu danpengembangannya.












PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
A. Ilmu Pengetahuan Zaman Purba
Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui, misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi yang ada pada penulis.
Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu (berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan: mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpabekalapapun?
Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia.
Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota. Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.
Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa hal yang tergolong ilmu pengetahuan: pembagian hari menjadi dua puluh empat jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia ini sampai ke tangan Thales , filosof Yunani.
B. Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.
Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM). Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik islami.
C. Ilmu Pengetahuan Zaman Islam Klasik
Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.
Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.
D. Ilmu Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.
Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M): Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Copernicus menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus (127-151). Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan. Dialah penemu planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir Isaac Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black (1728-1799 M), Joseph Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M), dan J.J. Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia sebagaimana kita kenal sekarang. J.J. Thompson menemukan elektron. Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.
E. Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer
Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke PC (private computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA (personal digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar.
Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi nama Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.

























KESIMPULAN/ PENUTUP

1.Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dipereodisasikan sebagai berikut :
a. Zaman purba
b. Zaman Yunani Kuno
c. Zaman Islam kelasik
d. Zaman Renaisans dan Moderen
e. Zaman kontemporer
2. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan 
yang besar diiringi dengan usaha yang sungguh-sungguh .
3. Eksperimen dan observasi yang intensif merupakan landasan perkembangan
ilmu pengetahuan.
4. Perkembangan ilmu pengetahuan harus dibarengi dengan pengembangan
moral spiritual manusianya , karena perkembangan ilmu pengetahuan juga
berdampak positif dan negatif bagi manusia.
Klik dibawah ini untuk mendapatkan web hosting Gratisan
Web Hosting

ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM

ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
by sariono sby

PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah sumber Ilmu Pengetahuan sekaligus sumber ajaran Agama, yang mendorong manusia untuk “berpikir” dalam hal ini bisa diartikan ”berfilsafat”.
Untuk itulah penulis berusaha menggunakan al-Qur’an sebagai dasar penulisan ini yang diharapkan mampu menjelaskan bagaimana Ilmu pengetahuan bisa berkembang di kalangan ummat Islam dan pernah mencapai masa keemasan, walaupun sekarang tidak seperti zaman Daulah Umayyah terutama Daulah Abbasiyah yang berhasil mengembangkan Ilmu Pengetahuan secara gemilang dengan berlandaskan Islam. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menghambat Ilmu Pengetahuan, tidak seperti yang dikatakan sebagian orientalis tentang islam yang bisa menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak pula seperti orang-orang marjinal yang membatasi diri mempelajari Islam hanya pada leteratur tertentu saja.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab علم, masdar dari عَـلِمَ – يَـعْـلَمُ yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (And English reader’s dictionary)
Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.

2. Kedudukan Ilmu Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani sebagai berikut ;
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an yang artinya: Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah: sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu).
Disamping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu,
dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan.
dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq yang artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.
Ayat –ayat trersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .
Di samping ayat –ayat al-Qur’an, banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu antara lain hadis berikut::
Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.

3. Klasifikasi Ilmu menurut ulama Islam.
Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran Islam. Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’limu al-Muta‘alim ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu al- hal) sebagaimana diungkapkan, sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan.
Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah, maka wajib bagi manusia (Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji, mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat disayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain Ilmu Hal tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in. Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu aqliyah , dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara.
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu : 1). al-Manqulat, 2). al-Ma’qulat, dan 3). Al-Maksyufat. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut :
1). Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2). Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3). Al maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif
Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1). Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli

4. Pengertian filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut Ir. Pudjawijatna Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak. Menurut Sidi Gazlba Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen) ; batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatuyang diluar alam, yang disebut oleh agama Tuhan. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat

5. Pengertian Filsafat Ilmu
filsat ilmu pada dasarnya merupakan upaya untuk menyoroti dan mengkaji ilmu, dia berkaitan dengan pengkajian tentang obyek ilmu, bagaimana memperolehnya serta bagaimana dampai etisnya bagi kehidupan masyarakat. Secara umum kajian filsafat ilmu mencakup :
1) Aspek ontologis
2) Aspek epistemologis
3) Axiologis
Aspek ontologis berkaiatan dengan obyek ilmu, aspek epistemologis berkaiatan dengan metode, dan aspek axiologis berkaitan dengan pemanfatan ilmu. Dari sudut ini filosof muslim telah berusaha mengkajinya dalam suatu kesatuan dengan prinsip dasar nilai-nilai keislamanyang bersumebr pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
Di dalam Islam, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan tinggi dan istimewa di sisi Allah terbukti melalui pengiktirafan Allah terhadap ilmu melalui wahyu pertama Ilahi kepada junjungan besar Rasulullah memerintahkan baginda untuk mempelajari ilmu dan menitik beratkan kepentingan pembelajaran dalam setiap aspek kehidupan manusia.

6. Kegemilangan ilmu Pengetahuan dalam islam
Islam menganggap hanya manusia yang dihiasi dengan ilmu pengetahuan saja, golongan yang benar-benar bertakwa kepada Allah.
Jelas di sini bahawa ilmu pengetahuan dalam Islam mengandung satu arti ilmu yang menyeluruh dan berkesinambungan dan nilai yang tidak dapat dipisahkan sama sekali. Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi adalah antara cabang ilmu pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar kepada kelangsungan tamadun manusia.
Istilah sains itu sebenarnya berasal dari kata Latin, scientia dan pada bahasa Arab yang membawa pengertian sama yaitu ilmu pengetahuan. Pada asalnya, ilmu sains ini merangkum semua cabang ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia yang ahli seperti falsafah, matematik, astronomi, geografi, geologi, fisika, kimia, pengobatan dan sebagainya. Semua cabang ilmu itu disatukan dalam ilmu sains. Kemudian, apabila cabang ilmu itu semakin berkembang dan luas pembahasannya, cabang ilmu itu mulai memisahkan diri dari ilmu sains dan mulai membentuk identitas ilmunya sendiri. Maka, lahirlah ilmu geografi, ilmu pengobatan, ilmu fisika dan lain-lain. Al-Quran sumber sains Islam, bahkan al-Quran menganjurkan umat manusia baik beriman atau tidak, supaya menyelidiki alam sebagai tanda membuktikan wujud dan kebesaran Allah.
Di dalam al-Quran ada lebih 750 ayat menyuruh umatnya supaya belajar, merenung dan menggunakan akal dengan sebaik-baiknya mencari kebenaran hakiki.
Kegemilangan tamadun Islam pada waktu itu melahirkan beberapa tokoh ulama yang berjasa dan memberi sesuatu yang bermakna dalam perkembangan sains kepada umat manusia . Yang lebih menarik, sumbangsih pemikiran tokoh ulama Muslim mendapat tempat dan penghargaan tinggi di kalangan sarjana dan orientalis Barat sehingga karya mereka menjadi teks rujukan utama di Universitas Eropa dan juga diterjemahkan secara besar-besaran oleh sarjana dan orientalis Barat. Yang berarti bahwa ulama sains Muslim terlebih dahulu mempelopori bidang sains dan teknologi pada zaman dahulu.
Akhirnya, ilmu itu berpindah tangan ke Barat dan umat Islam tertinggal dalam bidang itu. Di antara tokoh ulama tersebut ialah Ibnu Rusd lebih terkenal sebagai ahli astronomi dengan bukunya yang banyak membahas secara sistematik geografi matematik dan astronomi di samping mengemukakan teori ahli astronomi Arab, Yunani dan India.
Begitu juga, seorang ulama bernama Muslim al-Farghani adalah seorang pakar Astronomi berasal dari Farghana, Uzbekistan. Beliau mengarang kitab al-Kamil fi al-Asturlab yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Compendium sehingga menjadi rujukan utama di seluruh pelusuk Eropa.
Di samping itu, muncul seorang ulama bernama Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad terkenal dengan al-Biruni. Di kalangan orientalis, beliau dianggap tokoh ilmuwan terbesar dan seorang experienmentalis ilmu yang tekun pada abad pertengahan Islam.
Beliau menguasai dengan baik bidang matematik, kedokteran , farmasi , asronomi dan fisik. Al Biruni juga dikategorikan sebagai ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa serta seorang pengkaji mengenai adat istiadat dan sistem kepercayaan. Beliau juga seorang ulama Islam.
Di dalam bidang pengobatan, Islam melahirkan seorang tokoh terkenal yaitu Abu Kasim al-Zahrawi sebagai seorang dokter dan ahli bedah Muslim. Beliau juga dikenal di Barat dengan nama Abulcasis. Di dalam bidang kedokteran, beliau dianggap perintis ilmu pengenalan penyakit (diagnosrie) dan cara penyembuhannya (the rapeutif) penyakit telinga. Dialah juga yang merintis bedah telinga untuk mengembalikan fungsi pendengaran. Bukan sekadar itu, beliau juga pelopor pengembangan ilmu penyakit kulit (dermatologi).
Beliau tidak ketinggalan mengarang buku ensiklopedia pengobatan yang berjudul Al-Tasrif Liman Anjaza al-Ta’lif (Medical Vademecum) yang menerangkan dan melukiskan dengan jelas diagram tidak kurang dari 200 peralatan bedah. Beliau juga terkenal sebagai dokter gigi. Ensiklopedia itu menjadi rujukan utama pengobatan di univercity Eropa.
Selain al-Zahrawi, Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Hasan Ali ibnu Sina. Beliau dikenal Barat dengan nama Aveccina. Lahir pada tahun 370 H di Afghanistan. Beliau dapat mendalami semua jenis cabang ilmu dalam usia yang muda hingga beliau dapat menguasai bidang logika, matematik, fisika, politik, kedokteran dan falsafah di samping ilmu agama.
Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H dinobatkan sebagai Fathers of Doctors. Beliau juga mengarang lebih 276 buah buku yang meliputi pelbagai bidang ilmu seperti falsafah, geometri, kedokteran, astronomi, musik, syair, teologi, politik, matematika, fisika, kimia, sastera, kosmologi dan sebagainya.
Diantara karya terbesar beliau ialah Al-Qanun fi al-Tibb himpunan segala disiplin ilmu yang beragam dan akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Canon of Medicine teks rujukan utama dalam bidang pengobatan. Buku lain ialah al-Syifa yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris The Book of Discovery dalam 18 jilid. Beliau pernah diberi julukan sebagai Rajanya Dokter atau Medicorum Principal.
Selain diatas tokoh ulama terkenal dalam bidang pengobatan ialah Abu al Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rushd yang terkenal di Barat dengan gelar Averroce. Beliau seorang ulama, ahli falsafah ulung dan pakar dalam bidang fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Beliau banyak mengkaji astronomi dan pernah konsentrasi sebagai dokter dan kadi besar di Cordoba.
Ibnu Rushd dikenal sebagai seorang perintis ilmu kedokteran umum serta perintis mengenai ilmu jaringan tubuh (Histologi). Beliau juga berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah serta penyakit cacar. Karya beliau yang berjudul Al Kulliyyah fi al-Tibb sebanyak 16 jilid, karya terbesar dan rujukan utama dalam bidang pengobatan. Kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul General Rules of Medicine.
Di dalam bidang kimia, muncul seorang tokoh ulama yaitu Jabir ibnu Hayyan al Kufi (Geber). Beberapa karya terbesarnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Perancis. Diantaranya, Kitab Dacing, Kitab Raksa Timur dan Kitab Kerajaan. Dia banyak memperkenalkan kegunaan praktik kimia seperti menyediakan keluli, mencelup kain dan kulit dan sebagainya.
Tokoh kimia yaitu Muhammad Abu Bakar al-Razi lebih terkenal sebagai ahli pengobatan kimia dan ada yang menganggap beliau sebagai pengagas kimia moden. Beliau mencatat dengan terperinci lebih 20 alat besi dan kaca. Beliau juga pakar dalam praktik pengobatan dengan pendapatnya penyembuhan penyakit adalah kilas balik kimia dalam tubuh seseorang.
Di dalam bidang fisik pula, al-Haitham lebih dikenal di dunia Barat sebagai Alhazen adalah tokoh optik paling terkenal dalam sejarah tamadun Islam

KESIMPULAN
Ilmu Pengetahuan tidaklah bertentangan dengan Islam, justru Islam menyuruh penganutnya untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan bahkan mewajibkannya, termasuk di dalamnya Islam tidak melarang ummatnya berfilsafat. Hanya saja larangan itu muncul apabila ummat Islam sudah berfilsafat sebelum aqidahnya kuat, hal ini akan melahirkan penyimpangan berfikir yang bisa menyesatkan bagi dirinya dan orang lain.
http://referensiagama.blogspot.com
Klik dibawah ini untuk mendapatkan web hosting Gratisan
Web Hosting

AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN
by sariono sby



PENDAHULUAN
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagaai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya. Simgkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali 6 tahun yang lalu dan menciptakan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk mrmbunuh sesama manusia. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yaang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan harus “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan aksiologi, di bawah ini diuraikan beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya :
1. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.
2. Aksiologi dapat diartikan sebagai teori mengenai sesuatu yang bernilai. Salah satu yang mendapat perhatian adalah masalah etika/kesusilaan. Dalam etika, obyek materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan obyek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral dari suatu perilaku manusia.
3. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
4. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu :
a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.
b. Esthetic Expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan Keindahan
c. Sosio Political Life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.
5. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian
yang lebih sempit seperti, baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu yang menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
b. Nilai sebuah kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan system nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga dikatakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.

B. NILAI ILMU DAN MORAL
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan
jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, yaitu:
1. Etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan “saya pernah belajar etika”.
2. Merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia yang lain.seperti ungkapan “ia bersifat etis atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila”.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan
bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya, atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam di sore hari. Akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain akan memiliki kulitas yang berbeda.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memilki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektivitas fakta, kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur-prosedur. Demikian juga dengan nilai. Orang yang berselera rendah tidak mengurangi keindahan sebuah karya seni.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingii matahari” dan bukan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan dalam ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran –ajaran diluar bidang keilmuwan diantaranya agama.
Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai!
Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu:
1. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus berifat netral terhadap
Nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.
Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongaan ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.
2. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaanya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral.
Golongan kedua mendasarkan pendapatnyaa pada beberapa hal, yakni:
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuwan.
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makim esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan sosial.
Berdasarkan ketiga hal di atas, maka golongaan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Etika keilmuwan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsipetis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam perilaku kailmuwannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya.
Etika normatif menetapakan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.
Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.
Penetapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan mengujinya.
Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilkinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai? Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan “melulu” pada praxis, pada kemudahan-kemudahan material duniawi. Solusi yang diberikan oleh al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehimgga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sstra untuk sastra dan lain sebagainya. Menurut pendapat yang kedua ini, ilmu pengetahuan itu meringankan beban hidup manusia atau untuk membuat manusia senang, karena dari ilmu pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi.

KESIMPULAN
1. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemasalahatan manusia, atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan
2. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah bangsa nya sendiri.
3. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai.
4. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
5. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
6. Etika menilai perbuatan manusia, Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
7. Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma moral.
8. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.
http://referensiagama.blogspot.com
Klik dibawah ini untuk mendapatkan web hosting Gratisan
Web Hosting

Ilmu Pengetahuan Dan Nilai

Ilmu Pengetahuan Dan Nilai
by sariono sby


PENDAHULUAN
Sebagai manusia dengan daya berpikir yang melebihi makhluk lain, hendaknya segala tingkah laku kita selalu dapat dipertanggung jawabkan serta sesuai dengan etika kemanusiaan. Apalagi kita telah mengenal ilmu sejak kecil. Maka tuntutan untuk dapat menciptakan masyarakat yang berbudaya ilmu pengetahuan memang selazimnya dibebankan kepada manusia.
Ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan kaidah atau norma kemajuan. Ilmu-ilmu ini selalu berada antara yang kurang menjadi sempurna, yang kabur menjadi jelas, yang bercerai-berai menjadi terpadu, yang keliru menjadi lebih benar dan yang masih rekaan manjedi lebih yakin.
Di tengah-tengah masyarakat muncul nilai-nilai yang memang tidak dapat dilihat dengan panca indra karena bersifat abstrak. Namun nilai memiliki peranan penting dalam merubah peradaban masyarakat termasuk manusia di dalamnya. Nilai tradisional yang melembaga dan terlalu mengikat akan menghambat perkembangan peradaban. Dan dengan adanya ilmu, merupakan salah satu solusi dari permasalahan tersebut.
Suatu ilmu dan etika adalah suatu sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku menyimpang serta kejahatan di kalangan masyarakat. Sehingga akan terwujud bangsa yang berbudaya ilmu pengetahuan, yang sesuai dengan perkembangan zaman modern ini, namun tidak terlepas dari kendali sebagai bangsa yang memiliki moralitas yan baik.



PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Nilai
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Kata “ilmu” berasal dari bahasa Inggris sciencei, dari bahasa Latin scientia yang artinya pengetahuan. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Ilmu menandakan suatu kesatuan ide yang mengacu ke obyek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
Sedangkan pengetahuan sendiri, menurut Max Scheler, filsuf bangsa Jerman, pengetahuan dapat dirumuskan sebagai partisipasi oleh suatu realitadalam suatu realita yang lain, tetapi tanpa terjadinya modifikasi-modifikasi dalam kualita yang lain itu. Sebaliknya, subyek yang mengetahui, dipengaruhi. Scheler membedakan sebetulnya enam jenis pengetahuan. Jenis-jenis itu seharusnya dirangkaikan menurut wujudnya dan menurut ketertiban abadi daripada relita, dalam skala yakni: pengetahuan theologies, pengetahuan filosofis, pengetahuan tentang yang lain baik kolektif maupun individual, pengetahuan tentang dunia lahir, pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah. 
Berdasarkan pengertian singkat tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa ilmu pengetahuan itu ialah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ihwal yang diselidiki atau obyek ilmu pengetahuan, yakni alam, manusia dan agama, sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran, yang dibantu pengindraan manusia itu yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental.
Namun dalam makalah ini tidak akan diuraikan mengenai ilmu pengetahuan secara luas sebab telah dibahas dalam makalah-makalah sebelumnya dengan lengkap.
2. Pengertian Nilai
“Nilai” dalam Kamus Filsafat, disebutkan berasal dari bahasa Inggris value dan dari bahasa Latin valere yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat. Dalam Encyclopedi Britannica, sebagaimana dikutip oleh M. Noor Syam disebutkan bahwa:
“Value is a determination or quality of an object which involves any sort or appreciation or interest”
Yang artinya nilai adalah suetu penetapan atas suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.
Nilai dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat. Nilai ini akan mencakup hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap buruk.
Nilai merupakan tema yang selalu ramai dibicarakan dalam kajian para filosof akan tetapi perbedaan pendapat di kalangan mereka belum dapat dipertemukan. Sekelompok ilmuwan ada yang menganggap bahwa filsafat dan ilmu bebas nilai karena nilai dianggap tidak memadai untuk menjadi obyek ilmu. Alasannya, nilai sulit diobservasi dan diuji coba melalui eksperimen. Di sisi lain, ada juga ilmuwan yang menganggap bahwa ilmu terikat oleh nilai. Sebab jika filsafat dan ilmu tidak dibingkai oleh nilai, maka hasil perenungan kefilsafatan dan hasil kajian keilmuan akan bergerak ke arah yang membahayakan. Kelompok terakhir ini, bahkan ada yang menyebut nilai sebagai ruhnya ilmu. Ilmu tanpa nilai dengan demikian diibaratkan seperti tubuh tanpa ruh atau mati dan berarti tidak berguna.
Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan memperoleh nilai ilmiah, universal dari filsafat, yaitu berupa wawasan atau pandangan yang menyeluruh, luas dan mendalam.wawasan demikian sangat berguna bagi ilmu pengetahuan untuk selalu bersikap kritis terhadap lingkungannya.


B. Sumber Nilai dalam Kehidupan Manusia
Sumber nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Nilai Ilahi
Nilai Ilahi ialah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para RasulNya, yang berbentuk takwa, iman, adil, yang diabadikan dalam wahyu Ilahi. Nilai ini merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya yang bersifat statis dan kebenarannya mutlak. Pada nilai Ilahi ini, tugas manusia adalah menginterpretasikan nilai-nilai itu. Dengan interpretasi tersebut, manusia akan mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.
2. Nilai Insani
Nilai insani ialah nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis dan keberlakuan serta kebenarannya relative yang dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai insani kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.

C. Perbedaan Etika, Moral, Norma dan Kesusilaan
Teori nilai terbagi menjadi dua, yakni etika dan estetika. Namun yang akan dibahas dalam makalah ini sehubungan dengan ilmu ialah etika. Etika, dalam kamus bahasa Indonesia, artinya ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
1. Etika
Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic yang berarti sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Dalam bahasa Yunani, etika berarti ethikos yang mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti ethos yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adapt, akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adapt kebiasaan.
Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adapt kebiasaan. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Penyelidikan tingkah laku moral dapat diklasifikasikan dalam:
a. Etika Deskriptif
Etika ini mendeskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adapt kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Obyek penyelidikannya adalah individu-individu dan kebudayaan-kebudayaan.
b. Etika Normatif
Dalam hal ini, seseorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu. Teologi, filsafat dan juga etika normatif memperhatikan kenyataan-kenyataan, yang tidak dapat ditangkap dan diverivikasi secara empirik.
c. Metaetika
Awalan meta (Yunani) berarti melebihi, melampaui. Metaetika bergerak seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf bahasa etis atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral.
Dari beberapa definisi di atas, tampak jelas bahwa kajian tentang etika sangat dekat dengan kajian moral, yang akan dibahas berikutnya.
2. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin moralis yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Bila dijabarkan lebih lanjut moral mengandung empat pengertian;(a) baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia, (b) tindakan benar, adil, dan wajar, (c) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah, dan (d) sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.
3. Norma
Dalam kamus bahasa Indonesia, norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima.
Kata norma berasal dari bahasa Latin norma yang semula berarti penyiku, suatu perkakas yang digunakan antara lain oleh tukang kayu. Dan dari sini diperoleh arti pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang lain, atau sebuah ukuran.
4. Kesusilaan
Yang dinamakan kesusilaan ialah keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk perintah dan larangan. Kesusilaan mengatur perilaku manusia serta masyarakat dimana manusia merupakan salah satu bagiannya. Karena itulah manusia tidak boleh berbuat semaunya sendiri. Perilakunya sudah diatur atau ditentukan oleh norma kesusilaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia dibentuk oleh kesusilaan. Ini berarti bahwa kehidupan alaminya, seperti nafsu, cita-cita dan sebagainya mendapat pembatasan oleh aturan-aturan tertentu.
Berdasarkan pernyataan diatas etika secara bahasa dapat diartikan sebagai watak sedangkan moral diartikan sebagai kebiasaan. Menurut Frans magnis suseno dua istilah itu sebenarnya satu sama lain berbeda. Moral adalah sejumlah ajaran, wejangan-wejangan, khutbah-khutbah, peraturan dan ketetapan, tulisan-tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dn bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama. Sumber ajaran moral tidak tunggal. Ia berada dalam ruang yang sangat heterogen.
Etika menurut Frans, bukan sumber tambahan ajaran tentang moral. Ia adalah cabang atau pemikiran yang kritis dan mendasar tentang ajaran moral. Etika adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Yang mengatakan bahwa bagaimana manusia harus hidup, bukan etika, melainkan ajaran moral. Etika mengajarkan kenapa manusia mesti bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral lain yang ada disekitarnya. Ajaran moral seperti buku petunjuk bagaimana manusia harus memperlakukan sepeda motor dengan baik, sedangkan etika memberi manusia suatu pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor itu.
Menurut Sidi Ghazalba, etika bersifat ideal dan hanya terkait dengan ide-ide. Ia merupakan suatu yang abstrak, tidak dapat disentuh oleh panca indra. Manusia hanya dapat melihat prilaku manusia lainnya yang mengandung nilai. Nilai berbeda dengan fakta, sebab fakta berbentuk kenyataan yang sifatnya konkrit dan dapat ditangkap oleh panca indra. Fakta dapat diketahui sedangkan nilai hanya dapat dihayati dan dirasakan. Tetapi fakta-fakta muncul sebagai akibat dari nilai yang dianut.
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Louis O. Kattsoff. Ia mengatakan bahwa nilai tidak dapat didefinisikan, namun bukan berarti tidak dapat dipahami. Nilai sifatnya relatif. Sehingga menurut Kattsoff, nilai sesungguhnya merupakan pengutamaan, masalah selera dan orang tidak perlu mempertentangkannya.
Frans magnis suseno memaknai nilai kebaikan dan keburukan dengan etika. Etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang orientasi hidup. Melalui penegasan terhadap orientasi, manusia akan terbimbing menuju tinkat tinggi dalam kehidupan.

D. Posisi Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Etika
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan dikalangan masyarakat. Disamping itu, ilmu dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral dilingkungan masyarakat sekitar agar dapat menjadi cendekiawan yang memiliki moral dan akhlak yang baik.
Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh indifidu ataupun kelompok untuk menimbang apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu slah atau benar, buruk atau baik. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu sangat berguna dalam menentukan arah dan tujuan masing-masing orang. Etika sebagi ilmu ketertiban dimana pokok maslah moralitas dipelajari. Singkatnya, ilmu tata susila adalah ilmu moralitas. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat seseorang. Maslah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan juga mempertahankannya diperlukan keberanian moral.
Etika memberikan semacam batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Etika ini kemudian dirupakan ke dalam bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum dinilai menyimpang dari kode etik. Ilmu sebagai asas moral ataupun etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaan.

E. Etika Pengembangan Keilmuan dalam Konteks Indonesia
Dalam membangun masyarakat yang ilmiah, kita memerlukan sikap ilmiah karena sikap ilmiah itu adalah sikap kritis yang tidak hanya mencari verifikasi atas teorinya, melainkan juga tes-tes yang merefleksikan, meski tidak akan pernah mengukuhkannya. Dalam hal ini juga diperlukan suatu tujuan agar tercipta masyarakat yang memiliki kemampuan berfikir kritis dan rasional sehingga kehidupan masyarakat semakin maju dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahaun dapat mengangkat manusia justru karena dengan ilmu itu manusia dapat berbuat banyak hal.
Dampak ilmu pengetahuan terhadap cara berpikir manusia dan masyarakat dewasa ini sunguh dahsyat. Rasionalitas ilmu pengetahuan itu tidak hanya mengubah cara pandang tradisional kita tetapi juga teologi yang sering terlalu teosentris.
Membangun masyarakat ilmiah dengan berilmu pengetahuan adalah hal terpenting yang harus dilakukan. Ilmu pengetahuan ahirnya berguna bagi kehidupan manusia untuk memecahkan berbagai persoalan hidup manusia. Jadi kebenaran ilmiah itu tidak hanya bersifat logis-rasional dan empiris, melainkan juga bersifat pragmatis.
Dalam pembentukan karakter bangsa sekiranya bangsa Indonesia bertujuan untuk menjadi suatu bangsa yang modern, dalam artian bangsa yang telah memiliki kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Permasalahan dalam bidang kemasyarakatan, teknologi dan pendidikan yang membutuhkan cara pemecahan masalah secara kritis, rasional, logis, objektif, da terbuka. Sedangkan sifat menjunjung kebenaran dan pengabdian universal merupakan factor yang penting dalam pembinaan suatu bangsa terlebih lagi masyarakat.
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional. Sehingga bangsa Indonesia akan tercipta menjadi bangsa yang memiliki kebudayaan nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman namun tetap dalam koridor nilai-nilai etika yang baik.


KESIMPULAN
A. Ilmu pengetahuan itu ialah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ihwal yang diselidiki atao obyek ilmu pengetahuan, yakni alam, manusia dan agama, sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran, yang dibantu pengindraan manusia itu yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental. Sedangkan nilai sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat, yakni mencakup nilai baik dan buruk.
B. Etika merupakan suatu ilmu dan moral adalah suatu ajaran. Yang mengatakan bahwa bagaimana manusia harus hidup, bukan etika, melainkan ajaran moral. Etika mengajarkan kenapa manusia mesti bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral lain yang ada disekitarnya.
C. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan dikalangan masyarakat. Disamping itu, ilmu dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral dilingkungan masyarakat sekitar agar dapat menjadi cendekiawan yang memiliki moral dan akhlak yang baik.
D. Dalam membangun masyarakat yang ilmiah, kita memerlukan sikap ilmiah karena sikap ilmiah itu adalah sikap kritis yang tidak hanya mencari verifikasi atas teorinya, melainkan juga tes-tes yang merefleksikan, meski tidak akan pernah mengukuhkannya. Dalam hal ini juga diperlukan suatu tujuan agar tercipta masyarakat yang memiliki kemampuan berfikir kritis dan rasional sehingga kehidupan masyarakat semakin maju dengan ilmu pengetahuan, namun tidak lepas dari kode etik bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

welcom