Senin, 30 Desember 2013

SILATURAHMI



"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari dir yang satu (Adam) dan daripadanya (tulang rusuknya) Allah SWT menciptakan istrinya, dan dari pada keduanyaAllah memperkembangbiakkan laki-laki-laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah SWT yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling mencintai satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi ini. Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu" (QS. An-Nisa' : 1)

Penjelasan ;
Hubungan dekat keluarga ada tiga macam, menurut kata ulama, yaitu;
  • Kesatu : jalur dari kita keatas, seperti ayah, kakek dan seterusnya.
  • Kedua : jalur dari kita kebawah, seperti anak, cucu dan seterusnya.
  • Ketiga : jalur dari kita kesamping, seperti paman dengan anak keturunannya, bibi dengan anak keturunannya dan seterusnya yang disebut hawasyi. Kelompok ketiga ini disebut dzawil arham yaitu kerabat dekat. Sementara pertama dan kedua paling dekat.

Silaturahmi artinya menggalang hubungan kerabat dekat. Tetapi dalam tradisi kita hubungan itu lebih meluas sampai dalam arti sesama muslim. Kita diperintahkan oleh syada` untuk senantiasa melakukan silaturahmi. Hal itu dapat kita akomodir dari penjelasan Rasulullah SAW :" Barang siapa yang ingin dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya dia bersilaturahmi. (H.R Muttafaqun Alaih)
Karena dengan silaturahmi hubungan semakin akrab dan peluang menasehati terbuka serta menceritakan pemecahan problematika yang sedang kita alami pun dapat dicarikan jalan keluar. Oleh sebab itu Nabi SAW menjadikan silaturahmi termasuk amal yang paling baik. Beliau ditanya,"amal apakah yang paling baik ya Rasulullah SAW ?" Beliau menjawab " Hendaknya engkau beribadah kepada Allah SWT tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, kamu mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan bersilaturahmi ".(H.R Bukhori & Muslim )
Bahkan ada ancaman dari Nabi SAW bahwa " tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi ". (H.R Muttafaqun Alaih ) Apalagi kita pada bulan Syawal ini terbiasa untuk menggalang silaturahmi, maka hendaknya kita meluangkan waktu untuk bersilaturahmi dan kita pelihara silaturahmi pada bulan-bulan lain juga. Wallahu A`lam

Keutamaan Silaturahmi

Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini. Demikian banyak dan mudahnya alat transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu kebutuhan yang dituntut fitrah manusia? Karena dapat menyempurnakan rasa cinta dan interaksi sosial antar umat manusia. Silaturahmi juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak seseorang.
Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan untuk tidak memutuskannya. Allah Ta'ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia. Allah Ta'ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad 47:22-23).

وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’ 4:1).
Juga sabda Rasulullah Shallallahu'alahi Wasallam ,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini di riwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, Kitabul Adab, bab Man Busitha Lahu Minar Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429). Muslim dalam Shahihnya, Kitabul Birri Wal Shilah Wal Adab, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/330). Abu Daud dalam Sunannya, kitab Az Zakat, Bab Fi Shilaturrahmi no. 1693, dengan lafadz,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.
At Tirmidzi dalam Jami’nya, no. 1865, Ibnu Majah dalam Sunannya no. 3663 dan Ahmad dalam Musnadnya sebanyak 10 riwayat.

MAKNA KOSA KATA HADITS

-
الأَثَ bermakna ajal, karena dia ikuti kepada kehidupan dalam jejak-jejaknya, dan
-
بَسْطُ رِزْقِهِ bermakna dilapangkan dan diperbanyak, dikatakan pula bermakna berkah di dalamnya (yakni diberkahi rizkinya).

FAIDAH HADITS

Hadits yang agung ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rizkinya.
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ

Artinya: “Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya,
Pertama. Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan.
Kedua. Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang terdapat di Lauh Mahfudz dan semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi padanya (apakah ia akan menyambung silaturahim ataukah tidak). Inilah makna firman Allah Ta'ala ,

يَمْحُو اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (QS Ar Ra’d:39).
Demikian ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang telah ditakdirkan, maka tidak akan ada tambahannya. Bahkan tambahan tersebut adalah mustahil. Sedangkan ditinjau dari ilmu makhluk, maka akan tergambar adanya perpanjangan (usia).
Dan yang ketiga. Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat dan dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang diceritakan oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam. [Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/114)]
Demikian pula Syaikhul Islam berkomentar tentang permasalahan ini dengan pernyataan beliau :
Adapun firman Allah Ta'ala ,

وَمَايُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلاَيُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ …..

Arinya: “Dan sekali-kali tidak diperpanjang umur seorang yang berumur panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya…… ” (QS Fathir:11).
Bermakna umur manusia tidak akan diperpanjang, dan tidak pula akan dikurangi. Adapun maksud diperpanjangan dan pengurangan disini, bermakna dua hal, yaitu :
Pertama. Si fulan berumur panjang, sedangkan lainnya berumur pendek. Maka pengurangan umur di sini merupakan kekurangannya dibanding yang lainnya, sebagaimana orang yang panjang umurnya berumur panjang dan yang lain berumur pendek. Maka pengurangan umurnya menunjukkan dia lebih pendek dibandingkan yang pertama sebagaimana perpanjangan merupakan tambahan dibanding yang lainnya.
Kedua. Bisa jadi makna kurang disini ialah kurang dari umur yang telah ditentukan, sebagaimana yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan dari umur yang telah ditentukan. Sebagaimana dalam Shahihain dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, beliau bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.
Sebagian orang berkata, yang dimaksud adalah barakah dalam umurnya dengan beramal dengan waktu yang singkat sesuatu yang diamalkan oleh orang lain dalam waktu yang lama. Mereka beralasan, karena rizki dan ajal telah ditakdirkan dan ditentukan. Maka dikatakan kepada mereka, bahwa barakah tadi bermakna tambahan dalam amal dan manfaat. Padahal hal tersebut juga telah ditakdirkan. Bahkan ketentuan tersebut meliputi semua hal.
Jawaban yang benar ialah : Bahwa Allah telah menetapkan ajal hamba dalam catatan malaikat. Apabila ia menyambung silaturahim, maka akan ditambahkan pada apa yang tertulis dalam catatan malaikat tersebut. Jika ia melakukan amalan yang menyebabkan umurnya berkurang, maka akan dikurangkan dari apa yang telah tertulis tersebut. Pandangan ini berdasarkan apa yang ada dalam Sunan Tirmidzi dan lainnya dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam , beliau bersabda,

أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالََ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُُّوْنَ سَنَةً قَالُوْا قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ قَالَ النَّبِيِّ : فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهَُوَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ

Artinya: “Sesungguhnya Adam ketika meminta kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari keturunannya, maka Allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya,”Ya Rabbi, siapakah ini?” Allah menjawab,”Anakmu, Daud.” Lalu beliau bertanya lagi,”Berapa umurnya?” Dijawab,”Umurnya 40 tahun” , beliau bertanya lagi,”Berapa umur saya?” Dijawab,”Seribu tahun”, Adam berkata,”Saya berikan enam puluh tahun umur saya kepadanya.” Maka ditulis atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat. Sehingga ketika akan meninggal dia berkata,”Umur saya masih tersisa enam puluh tahun.” Malaikat menjawab,”Kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Lalu Adam mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda, “Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat) lupa. Dan Adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat) mengingkari.” ” [Riwayat Tirmidzi dalam tafsir Surat Al A’raf dan dia berkata,”Hadits ini hasan gharib dari jalan ini (11/196). Berkata Al Arnauth dalam Jami’ul Ushul (2/141). Diriwayatkan oleh Al Hakim, dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz Dzahabi. Syeikh Al Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami' No. 5209]
Dan telah diriwayatkan, bahwa umur Adam disempurnakan. Demikian juga umur Daud telah ditetapkan empat puluh tahun, kemudian ditambah*) enam puluh tahun. Inilah makna perkataan Umar,”Ya Allah jika Engkau telah menulis, bahwa saya termasuk orang yang sengsara, maka hapuslah dan tulis saya sebagai orang yang berbahagia, karena Engkau menghapus apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan (apa yang Engkau kehendaki).” Allah telah mengetahui apa yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang belum terjadi, dan seandainya terjadi bagaimana cara terjadinya. Allah mengetahui apa yang telah ditulis bagi seorang hamba, dan apa yang akan ditambahkan kepadanya. Sedangkan para malaikat tidak mengetahui, kecuali apa yang telah Allah beritahukan kepada mereka. Allah mengetahui segala sesuatu sebelum dan sesudah terjadinya. Oleh karena itu para ulama mengatakan, bahwa penghapusan dan penetapan itu terjadi pada catatan malaikat. Adapun ilmu Allah, maka tidak akan berbeda dan tidak ada yang baru yang belum diketahuinya. Sehingga tidak ada penghapusan dan penetapan.[Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (14/490)]
[*) Barangkali yang benar adalah,“ditambah baginya” sebagai ganti dari “dijadikannya”, karena Adam as telah memberikan kepada Daud 60 tahun dari umurnya, sehingga umur Daud menjadi 100 tahun bukan 60 tahun]
Berkata di tempat lain :
Ajal itu ada dua. Ajal mutlak dan ajal muqayyad. Dengan ini maka jelas
r generic viagra'>order generic viagra
lah makna sabda Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam ,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturrahim.
Karena Allah memerintahkan malaikat untuk menulis ajal seseorang, kemudian berfirman (yang artinya),“Apabila dia menyambungkan silaturahmi, maka tambah sekian dan sekian.” Dan malaikat tidak mengetahui, apakah akan ditambahkan ataukah tidak. Sedangkan Allah mengetahui apa yang akan terjadi. Sehingga apabila datang waktunya, maka tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan.[Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (8/517)]
Ibnu Hajar Rahimahullah menjawab permasalahan ini, ”Berkata Ibnu Tin, ‘Secara lahiriah, hadits ini bertentangan dengan firman Allah,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ

Artinya: “Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf:34).
Untuk mancari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, tambahan (umur) yang dimaksud yaitu kinayah dari usia yang diberi berkah, karena mendapat taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan, menyibukkan waktunya dengan hal yang bermanfaat di akhirat, serta menjaga waktunya dari kesia-siaan. Hal ini seperti sabda Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam , bahwa umur umat ini lebih pendek dibandingkan umur umat-umat yang terdahulu. Tetapi kemudian Allah menganugerahi lailatul qadar (malam qadar).
Kesimpulannya, silaturahim dapat menjadi sebab mendapatkan taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan dan menjaga dari kemaksiatan. Sehingga namanya akan tetap dikenang. Seolah-olah seseorang itu tidak pernah mati. Dan di antara hal yang bisa mendatangkan taufiq, yaitu ilmu yang bermanfaat bagi orang setelahnya, shadaqah jariyah dan anak keturunan yang shalih.
Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Hal itu berkaitan dengan ilmu malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditunjukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta'ala . Umpamanya dikatakan kepada malaikat, umur si fulan 100 tahun jika ia menyambung silaturahmi, dan 60 tahun jika ia memutuskannya.
Dalam ilmu Allah telah diketahui, bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturahim, maka yang ada dalam ilmu Allah tidak akan maju atau mundur, sedangkan yang ada dalam ilmu malaikat itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Demikianlah yang diisyaratkan oleh firman Allah,

يَمْحُو اللهُ مَايَشآءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya-lah tedapat Ummul Kitab (Lauh Mahfudz).” (QS Ar Ra’d:39).
Jadi, yang dimaksud dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu ialah yang ada dalam ilmu malaikat. Adapun yang ada di Lauh Mahfuzh itu, merupakan ilmu Allah yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al qadha al mubram (takdir atau putusan yang pasti). Sedangkan yang pertama (ilmu malaikat) disebut al qadha al mu’allaq (takdir atau putusan yang masih menggantung).
Yang pertama tampak lebih cocok dengan lafadz hadits di atas. Karena al atsar ialah sesuatu yang mengikuti yang lain. Apabila diakhirkan, maka menjadi baik untuk membawanya kepada keharuman nama setelah meninggalnya. Ath Thibbi berkata, ”Jalan yang pertama lebih jelas…” [Fathul Bari, Kitabul Adab, bab Man Busitha Lahu Fir Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429)]
Berdasarkan nukilan ini, jelaslah, bahwa para ulama Rahimahumullah mempunyai tiga pendapat dalam menafsirkan penambahan umur. Pendapat pertama, barakah. Pendapat kedua, perpanjangan hakiki atau sesungguhnya. Pendapat ketiga, keharuman nama setelah meninggalnya.
Akhirnya, inti yang wajib kita jadikan jalan keluar dari perselisihan makna memanjangkan umur baik bermakna hakikat ataupun majaz (kiasan), yaitu memperpanjang umur tersebut dengan menggunakan dan menghabiskannya untuk mendapatkan tambahan kebaikan. Adapun seseorang yang panjang umurnya tetapi jelek amalannya, maka ia termasuk sejelek-jelek orang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadits Abu Bakrah Radhiyallahu'anhu.
Keutamaan inipun dikuatkan dengan hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu'anhu dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, yang berbunyi,

صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ الْعُمُرَ

Artinya: “Silaturahim bisa menambah umur.” [Dikeluarkan oleh Al Qadha’i dalam Musnad Asy Syihab dan dihasankan oleh Al Munawi dalam Faidhul Qadir (4/192) dan Al Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami' no. 3776]
Keutamaan silaturahmi yang lainnya, dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam banyak hadits. Diantaranya ialah :
Pertama. Silaturahmi merupakan salah satu tanda dan kewajiban iman. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadits Abu Hurairh, beliau bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Kedua. Mendapatkan rahmat dan kebaikan dari Allah Ta'ala . Sebagaimana sabda beliau Shallallahu'alaihi Wasallam ,
خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ
Artinya: “Allah menciptakan makhlukNya, ketika selesai menyempurnakannya, bangkitlah rahim dan berkata,”Ini tempat orang yang berlindung kepada Engkau dari pemutus rahim.” Allah menjawab, “Tidakkah engkau ridha, Aku sambung orang yang menyambungmu dan memutus orang yang memutusmu?” Dia menjawab,“Ya, wahai Rabb.”” (Mutafaqun ‘alaihi).
Ibnu Abi Jamrah berkata,“Kata ‘Allah menyambung’, adalah ungkapan dari besarnya karunia kebaikan dari Allah kepadanya.”
Sedangkan Imam Nawawi menyampaikan perkataan ulama dalam uraian beliau,“Para ulama berkata, ‘hakikat shilah adalah kasih-sayang dan rahmat. Sehingga, makna kata ‘Allah menyambung’ adalah ungkapan dari kasih-sayang dan rahmat Allah.” [Lihat syarah beliau atas Shahih Muslim 16/328-329]
Ketiga. Silaturahmi adalah salah satu sebab penting masuk syurga dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu'alaihi Wasallam,
Artinya: “Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau berkata, seorang berkata,”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau Shallallahu'alaihi Wasallammenjawab,“Menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan bersilaturahmi.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
Silaturahmi adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta'ala, serta tanda takutnya seorang hamba kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS Arra’d 13:21).
Demikianlah sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun dari kita yang ingin melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat buruk dan adzab pedih yang Allah Ta'ala siapkan bagi orang yang memutus tali silaturahim. Karenanya, orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan diri menyambung silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman mereka. Sedangkan pada zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana transportasi dan komunikasi, semestinya membuat kita lebih aktif melakukan silaturahim. Kemudahan yang Allah Ta'ala berikan kepada kita tersebut, hendaknya dipergunakan untuk silaturahim. Mungkin salah seorang dari kita melakukan perjalanan ke negeri yang jauh untuk wisata, akan tetapi dia merasa berat untuk mengunjungi salah seorang kerabatnya yang masih satu kota dengannya -kalau tidak saya katakan satu daerah dengannya- padahal paling tidak hubungan tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan salam. Apa beratnya mempergunakan telepon untuk menghubungi salah satu kerabat kita dan mengucapkan salam kepadanya?
Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,

بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ

Artinya: “Sambunglah keluargamu meskipun dengan salam.” [Riwayat Al Bazzar, Ath Thabrani dan Al Baihaqi. Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir, “Berkata Al-Bukhari,’Semua jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan (3/207)’.” Al Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami' no. 2838]
Mungkin ada yang mengatakan, di antara penyebab terputusnya silaturahmi ialah banyaknya kesibukan manusia pada hari ini dan keluasan wilayah. Tetapi orang yang memperhatikan keadaan semisal Abu Bakar dan Umar Al Faruq Radhiyallahu'anhuma . Pada masa pemerintahannya, meskipun banyak beban yang harus dipikul di pundak mereka dan belum lengkapnya sarana transformasi dan komunikasi modern, akan tetapi mereka tetap memiliki waktu untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu tetangganya. Sedangkan diri kita sering mengunjugi dan bercengkrama dengan sahabat-sahabat, tetapi tidak pernah memasukkan ke dalam agenda kegiatan untuk berkunjung ke salah satu kerabat, meskipun satu kali dalam sebulan.
Tampaknya sebab utama yang menghalangi kita bersilaturahim, karena buruknya pengaturan dan manajemen waktu. Atau karena kita kurang begitu mengerti besarnya dosa memutus silaturahim. Kemudian dengan kesibukan yang berlebihan dalam kehidupan dunia,. hingga kita mendapati seseorang bekerja pada pagi hari. Setelah itu menyibukkan diri dengan pekerjaan lain pada sisa harinya. Padahal sudah berkecukupan dalam hal rizki. Lantas, mengabaikan hak-hak keluarga, anak-anak, kedua orang tua dan kerabatnya.
Maka sepatutnyalah engkau, wahai saudaraku muslim. Hendaklah bersemangat memanjangkan umurmu dengan bersilaturahim. Ketahuilah, barangsiapa yang menyambungnya, niscaya Allah Ta'ala akan berhubungan dengannya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Allah pun akan memutuskan hubungan dengannya. [Untuk tambahan, lihat kitab Al Adab Asy Syar’iyyah Wal Minah Al Mur’iyyah, oleh Ibnu Muflih, Juz 1 dan kitab Shilaturrahim Fadluha Ahkamuha Itsmu Qathi’iha, oleh Syaikh Muhammad Thabl dan Ibrahim Muhammad]
Mudah-mudahan risalah ini dapat mendorong kita semua untuk bersilaturahmi.

Penulis: AHMAD THONI, S Kom

Artikel: thoni.com


ART YPPBU



BAB I
NAMA DAN LAMBANG
Pasal 1
NAMA
Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang disingkat dengan YPPBU

Pasal 2
LAMBANG
Arti lambang Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sebagaimana gambar di bawah ini adalah sbb :



(1)   Bola dunia yang didasari warna biru menggambarkan bahwa Bahrul Ulum mempunyai wawasan global dan pusatnya lautan ilmu
(2)   Empat buah kitab/buku melambangkan bahwa Bahrul Ulum mempunyai wawasan intelektual dan keilmuan yang berasaskan pada empat madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali
(3)   Enam buah kelopak bunga melambangkan bahwa Bahrul Ulum dalam pengembangan dan perjuangannya mengikuti enam rukun iman
(4)   Ayat Al-Qur’an melambangkan bahwa Bahrul Ulum mempunyai dan tetap mempertahankan dan mengembangkan ciri khas wawasan keilmuan dan arah perjuangannya untuk mengabdi pada Agama, Bangsa dan Negara.
(5)   Pita berwarna hijau melambangkan bahwa Bahrul Ulum berusaha mempererat hubungan antar berbagai elemen Bangsa.

2014





Selasa, 24 Desember 2013

Arti Huruf Hijaiyah


ا alif = menyimbolkan Allah sebagai tuhan yang maha esa ب ba = Dengan sifat maha pengasih dan maha penyayang, Allah mencitakan alam semesta, dimana hanya Allah SWT yang tidak dihinggapi rasa kantuk dan berdiri sendiri menjadi penopang atasnya.(Qs. Al. Baqarah;255). Dalam hal ini, huruf tersebut terdiri dari sebuah mangkuk yang melambangkan sebuah alam, dan sebuah titik dibawah sebagai pertanda, , Exsistensi Allah sebagai penyangga. dan yang kita tau sebuah titik dalam besaran vector adalah tetap sebagai titik, entah bagaimanapun diperbesar berapa kali, adalah tetap sebagai titik.ت ta = setelah itu Allah SWT menciptakan mahkluk secara berpasang-pasangan.ث tsa = setelah keberadaan mahkluk, maka Allah berbaik hati menuntun umat manusia diatas nya (bismillahirahman arrahim)ج jim = sebuah sunnatullah yang telah diciptakan sebagai fundament tatanan alam semesta. ح ha = berlakunya sunnatullah diatas alam semestaخ kha = sunnatullah yang diberikannya kekuasaan kepada manusia sebagai tuntunan dalam tugasnya sebagai wali Allah SWT di alam semesta.د dal = bayangan kesempurnaan penciptaan alam semesta terpenuhi dengan adanya mahkluk sebagai mamur, hukum alam yang dikenakan kepada setiap ciptaanNya dan terakhir diangkatnya Manusia sebagai amir. (dua mangkuk yang disusun simetris)
ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72
ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)
ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia.
ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia.ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia.ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia.ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia.ذ dzal = penisbahan dal ke pundak manusia (Qs. Al Ahzab-72ر ra = sebuah rahmat sebagai manifestasi keberagaman sifat-sifat Allah SWT didalam mengatur ketetapan penyeimbang alam semesta ini. (bentuk mangkuk yang seolah tumpah)ز za = penisbahan dza ke dalam fitrah manusia sebagaimana peniupan Ruh dikala penciptaan manusia. س sin = Dengan seperangkat anugrah diatas, manusia mampu menjadi pemakmur bumi, sehingga dari sebuah ب tanpa titik, manusia mampu memperluasnya demi upaya kesejahteraan mahkluk-mahkluk yang lain. (adanya mangkuk baru hasil bikinan manusia dengan domain usahanya)ش syin = dan pada akhirnya, manifestasi huruf ث sebagaimana amanah Allah SWT kepada manusia tercapai. ص sha = kemudian perluasan-perluasan dunia yang dibikin oleh manusia itu tunduk. Dalam hal ini alam telah dapat dibikin untuk mencukupi segala kebutuhannya (ada bagian 2 mangkuk yang ditelungkupkan)ض dla = penisbahan ص ke pundak manusia, amanat manusia sebagai amir ط tha = dan dalam kondisi kecukupannya/kemakmurannya, Allah SWT turun untuk membimbing manusia dalam bidang yang telah ditundukkannya, sebagai taufiq supaya manusia taqwa kepada Allah SWT. ظ dha = dengan kecakapannya, manusia mampu menerima bimbingan dari Rabb pencipta alam dengan perantaraan amir. ع ain = Setelah pengusahaan perluasan alam kearah horizontal, manusia mulai mencari nilai-nilai vertikal yang melalui cahaya akal budi, manusia mulai mencari tuhan sejati. غ ghain = tingkatan manusia dalam mencapai tingkatan perjalanan vertikal dalam mencari tuhannya; makrifat Illah ف fa = sebuah keridhoan manusia atas segenap upaya manusia pemimpin dalam mengatur ق qaf = suatu kondisi keridhoan manusia secara bermasyarakat atas system kemasyarakatan yang dibentuknya sendiri. ك kaf = jadilah alam semesta yang berdiri diatas ketentuan Allah SWT dengan medium manusia didalamnyaل lam = jadilah alam semesta yang berdiri diatas ketentuan Allah SWTم mim = wujud faktual (tauladan Nabi Muhammad). Ketundukkan manusia pada Allah. Sehingga jadilah manusia yang berada di atas jalan Allah. Allah mencintainya selayaknya pendengarannya adalah pendengaran Allah, pengelihatanya adalah pengelihatan Allah, dan lisan yang dikeluarkan adalah wahyu yang di-ilhamkan. ن nun = manusia dalam tingkatan rahmatan lil alamin وwau = permadani ampunan yang dipersiapkanAllah kepada manusia.(batas al Araf bagi manusia kecuali Nabi Muhammad SAW)
هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran)
هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran)هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran)هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran)هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran)هha= Kesempurnaan manusia, sebagai perwujudan Shibghah Allah. (tanda kehidupan seimbang/ moksa:lingkaran) צ lam alif = alam semesta dan ِِِeksistensi Allah bersatu. ء hamzah = manusia mengenakan mahkota khalifatullah, kemuliaan independent manusia. Menjadi Rasulullah/ utusan Allah (tapi bukan nabi karena, Nabi Muhammad adalah Yang terakhir)
ى ya = alam semesta menjadi lebih bermakna dengan huruf hamzah
ي ya =
ي ya =ي ya =ي ya =ي ya = bersama Allah, manusia menjadi penopang alam semesta. Dalam menjaga.
Inspirasi dari01.Menarik ragam inti (Ali bin abi thalib ) : al Qur’an – al fatihah – dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang – huruf ba ب – dan akhirnya sebuah titik yang menopang mangkuk diatasnya. Alam semesta 02.Atmonadi; Otentifikasi al Qur’an : perspektif dalam mengurai suatu ayat.yakni – huruf/kata/makna (bahasa), – numerik (bilangan)-matematik (bilangan), dan – simbolis geometrik, baik individual maupun dari huruf dan bilangan Klo buku tersebut ngebahas tentang constrain al Qur’an, maka dengan restrukturisasi menjadi ulasan diatas.03. huruf alif, ba dan ya dengan dua titik dibawahnya, ada apa?.04. surat al fatehah.Dan berikut tesis lengkapnya. Dan dibagi ,menjadi tiga arus besar.Cara membacanya,  Baca ayat-ayat pertama dari tiap surat, sebagimana kombinasi “huruf-huruf”, Haa miim, alif laam miim, yaa siin, dsb. Dan liat pada tafsir huruf Arab diatas. Kemudian cari kesimpulan dibalik ayat-ayat pertama tersebut.Wallahualam 

Selasa, 29 Januari 2013

Allah sedang menguji kita?


Sering kita beranggapan ketika kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat musibah atau cobaan dari Allah. Jarang sekali kita mengatakan bahwa nikmat yang diberikan Allah itu sebenarnya juga merupakan ujian dari Allah. Ada diantara kita yang sanggup menghadapi ujian itu dan ada pula yang tegar dan sabar menghadapinya.
Allah mencintai hamba-hambaNya dengan cara yang unik dan berbeda-beda. Semakin tinggi ketakwaan seorang hamba, semakin unik cara Dia mencintainya. Salah satunya adalah Nabi Ayub. Seorang nabi yang diuji oleh allah dengan harta, keluarga serta badannya.
Suatu saat ketika para malaikat membicarakan manusia dan sejauh mana mereka beribaah kepada Allah. Salah seorang di antara mereka berkata: “Tidak ada di muka bumi ini seorang yang lebih baik daripada Nabi Ayub. Beliau adalah orang mukmin yang paling sukses, orang mukmin yang paling agung keimanannya, yang paling banyak beribadah kepada Allah SWT dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya dan selalu berdakwah di jalan-Nya.” Setan mendengarkan pembicaraan para malaikat lalu mereka mencoba mendatangi nabi Ayub untuk menggodanya. Tetapi karena keimanannya kepada Allah setan kesulitan mendapatkan jalan untuk mengganggunya.
Ketika setan berputus asa dari mengganggu Nabi Ayub, ia berkata kepada Allah SWT: “Ya Rabbi, hambaMu Ayub sedang menyembah-Mu dan menyucikanMu namun, ia menyembahMu bukan karena cinta, tapi ia menyembahMu karena kepentingan-kepentingan tertentu. Ia menyembahMu sebagai balasan kepadaMu karena Engkau telah memberinya harta dan anak dan Engkau telah memberinya kekayaan dan kemuliaan. Sebenarnya ia ingin menjaga hartanya, kekayaannya, dan anak-anaknya. Seakan-akan berbagai nikmat yang Engkau karuniakan padanya adalah rahasia dalam ibadahnya. Ia takut kalau-kalau apa yang dimilikinya akan binasa dan hancur. Oleh karena itu, ibadahnya dipenuhi dengan hasrat dan rasa takut. Jadi, di dalamnya bercampur antara rasa takut dan tamak, dan bukan ibadah yang murni karena cinta.”
Lalu Allah pun berkata kepada iblis “Sesungguhnya Ayub adalah hamba yang mukmin dan sejati imannya. Ayub menjadi teladan dalam keimanan dan kesabaran. Aku membolehkanmu untuk mengujinya dalam hartanya. Lakukan apa saja yang engkau inginkan, kemudian lihatlah hasil dari apa yang engkau lakukan.”
lalu Iblis pun datang kepada nabi Ayub lalu menghancurkan semua harta-hartanya. Keadaan nabi Ayub sekarang menjadi fakir. lalu nabi Ayub pun berkata “Oh musibah dari Allah SWT. Aku harus mengembalikan kepada-Nya amanat yang ada di sisi kami di mana Dia saat ini mengambilnya. Allah SWT telah memberi kami nikmat selama beberapa masa. Maka segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat yang diberikannya, dan Dia mengambil dari kami pada hari ini nikmat-nikmat itu. Bagi-Nya pujian sebagai Pemberi dan Pengambil. Aku dalam keadaan ridha dengan keputusan Allah SWT. Dia-lah yang mendatangkan manfaat dan mudharat. Dia-lah yang ridha dan Dialah yang murka. Dia adalah Penguasa. Dia memberikan kerajaan kepada siapa yang di kehendaki-Nya, dan mencabut kerajaan dari siapa yang dikehendaki-Nya; Dia memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya.”
Setelah usahanya gagal iblis datang kepada Allah lalu meminta ijin untuk membunuh anak-anak Nabi Ayub. Dengan izin Allah, iblis dibolehkan berbuat apapun kepada anak Ayub. Lalu iblispun menggoncangkan rumah Nabi Ayub sehingga anak-anak Nabi Ayub meninggal semua.
Melihat keadaan itu nabi Ayub pun berdoa kepada Allah dan menyeru: “Allah memberi dan Allah mengambil. Maka bagi-Nya pujian saat Dia memberi dan mengambil, saat Dia murka dan ridha, saat Dia mendatangkan manfaat dan mudharat. Kemudian Ayub pun sujud dan iblis lagi-lagi tampak tercengang dan merasa malu karena kesabaran Nabi Ayub.
Tidak cukup sampai disitu Iblis meminta izin lagi kepada Allah untuk mengganggu badan Nabi Ayub sehingga sakit kulit di mana tubuhnya membusuk dan mengeluarkan nanah, bahkan keluarganya dan sahabat-sahabatnya mengucilkan kecuali isterinya. Namun lagi-lagi Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT. Beliau memuji-Nya pada hari-hari kesehatannya dan ia tetap memuji Allah SWT saat mendapatkan ujian sakit. Dalam dua keadaan itu, Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT.
Maha suci Allah yang telah menciptakan manusia semulia Ayub. Ia tak pernah membenci Allah dengan takdirnya, tak pula ia merasa bahwa Tuhan yang dicintainya itu tak adil terhadapnya. Semakin berat sakit yang dirasa, semakin cinta Ayub kepada Allah. Dan mulianya Ayub, semakin parah penyakitnya semakin ia tersenyum. Allah dan para malaikat pun kan tersenyum oleh kesabaran lelaki mengagumkan itu.

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44)

Nabi Ayub tetap ingat Allah dalam keadaan suka dan duka. Ketika dalam keadaan suka ia tetap mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan Allah. Ketika dalam duka iapun tetap sabar, ikhlas dan keimanan beliau malah semakin bertambah.
Berbeda dengan kita, ketika kita ingin mencapai suatu kenikmatan dariNya kita sering berdoa meminta kepada allah. Sholat, zakat, puasa dan amalan-amalan lain rela kita lakukan tetapi setelah Allah memberikan kenikmatan kepada kita, kita perlahan-lahan “melupakanNya”.
Musibah yang menimpa kita menandakan cinta Allah kepada kita. Musibah merupakan pertanda Allah kepada kita untuk kembali “mengingatNya”. Allah takut kalau kita menjadi orang lalai karena kenikmatan; kenikmatan yang diberikanNya. Maka dari itu sabar dan ikhlaslah dalam menghadapi cobaan dari Allah. Jangan sedih ketika ada musibah dan jangan lalai ketika ada nikmat.
Allah SWT berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru Tuhannya: (‘Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyahit yang ada padanya dan Kami kembalihan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. al-Anbiya’: 83-84)

Sambutlah saat duka cita Sebagai karunia,
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Bila duka cita membawa manfaat, Ia memberi duka cita;
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Jangan bersedih karena duka
Dan jangan lalai ketika suka

                                                                                                Simber : www.al-shia.org

welcom